Anies Kecewa Tom Lembong Divonis: ‘Kalau Tom Saja Bisa Dikriminalisasi…’

Anies Kecewa Tom Lembong Divonis: ‘Kalau Tom Saja Bisa Dikriminalisasi…’

“Kami meminta kepada para pemegang kekuasaan untuk serius memperhatikan dan membenahi hukum kita. Kalau kepercayaan pada sistem hukum dan peradilan kita runtuh, maka sesungguhnya negeri ini yang runtuh.”

Vonis dan Pertimbangan Hakim

Majelis hakim yang diketuai Dennie Arsan Fatrika memutuskan bahwa Tom Lembong terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kebijakan impor gula saat ia menjabat Menteri Perdagangan. Ia dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara, lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu 7 tahun dan denda Rp750 juta.

Namun yang menjadi perhatian publik bukan hanya lamanya vonis, tetapi narasi pertimbangan hakim yang sarat nuansa ideologis dan moralistik.

Hakim menyebut Tom lebih mengedepankan prinsip ekonomi kapitalis ketimbang nilai-nilai keadilan sosial dalam sistem ekonomi Pancasila. Dalam pertimbangannya, hakim menilai bahwa kebijakan impor gula Tom Lembong tidak mengacu pada asas kepastian hukum dan abai terhadap prinsip keadilan konsumen.

“Terdakwa mengabaikan kepentingan masyarakat sebagai konsumen akhir untuk mendapatkan harga gula kristal putih yang stabil dan terjangkau.”

Fakta yang diajukan dalam persidangan menunjukkan bahwa harga gula kristal putih pada 2016 tetap tinggi, dari Rp13.149/kg pada Januari 2016 menjadi Rp14.200/kg pada akhir 2019.

Tom Lembong: Tidak Ada Niat Jahat

Dalam pernyataannya usai vonis, Tom Lembong menegaskan bahwa meskipun divonis bersalah, majelis hakim menyatakan dirinya tidak memiliki niat jahat (mens rea) dalam kebijakan tersebut. Hal ini menurutnya penting dan akan menjadi fondasi bagi upaya banding selanjutnya.

“Yang penting majelis menyatakan tidak ada niat jahat dari saya,” kata Tom.

Pernyataan ini memperkuat persepsi bahwa perkara ini sarat tafsir dan perbedaan pendekatan ekonomi, bukan soal motif korupsi murni seperti pada kasus yang biasa melibatkan suap atau penggelapan dana.

Baca Juga  Riza Chalid Diburu: Penggeledahan Besar Bongkar Aset dan Aliran Uang Korupsi

Tafsir, Ideologi, dan Bahaya Kriminalisasi Kebijakan Publik

Kasus ini membuka kembali diskusi lama yang tak kunjung selesai di Indonesia: batas antara kebijakan publik yang kontroversial dan tindak pidana korupsi. Apakah semua kebijakan yang hasilnya dianggap “tidak berpihak” bisa ditarik ke ranah hukum? Apakah pejabat publik bisa dijatuhi hukuman pidana karena mengambil keputusan berbasis pertimbangan teknokratik yang kelak dianggap “tidak adil”?

Jika ya, maka ini bukan hanya soal Tom Lembong, melainkan setiap pejabat yang hendak melakukan reformasi akan berjalan di atas ranjau. Ruang eksperimentasi kebijakan akan menyempit. Ketakutan akan kriminalisasi bisa menghambat lahirnya keputusan-keputusan penting yang dibutuhkan negeri ini.

Simbol dari Pertarungan Besar

Vonis terhadap Tom Lembong bisa dibaca bukan hanya sebagai kasus perorangan, tetapi simbol dari pertarungan nilai antara pendekatan teknokratis dan birokrasi konservatif yang berbalut moral ekonomi Pancasila.

Dan di tengah semua itu, suara Anies Baswedan menjadi refleksi publik yang resah: ketika orang dengan reputasi bersih dan rasional seperti Tom bisa divonis, maka kita patut bertanya—apakah hukum masih menjadi tempat mencari keadilan, atau justru medan tafsir yang bisa dimanipulasi oleh kekuasaan?

1
2
CATEGORIES
TAGS
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)
Disqus ( )