
Jejak Sejarah di Perut Jakarta: MRT Temukan Artefak Kolonial dan Granat Lama
Harta Karun di Perut Jakarta: MRT Bongkar Jejak Kolonial dan Warisan Terpendam
Pembangunan MRT Jakarta tak hanya menggambarkan transformasi transportasi ibu kota ke arah yang lebih modern dan efisien. Di balik setiap kilometer terowongan dan stasiun yang dibangun, Jakarta ternyata juga sedang menggali sejarahnya sendiri—secara harfiah.
Proyek penggalian tanah MRT Fase 1 dan Fase 2A mengungkap berbagai temuan arkeologis dan peninggalan masa lalu, mulai dari jalur trem era kolonial, saluran air kuno berbahan terakota, hingga granat tua yang diduga peninggalan masa penjajahan. Cerita-cerita tak terduga ini membuka jendela sejarah yang selama ini terkubur di bawah hiruk-pikuk beton ibu kota.
Temuan Tak Terduga di Bawah Tanah Jakarta
Dalam forum MRTJ Fellowship 2025 yang digelar Kamis (17/7), Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta (Perseroda), Weni Maulina, mengungkapkan kisah-kisah menarik yang muncul saat penggalian tanah di berbagai titik proyek MRT.
“Kalau ditanya ada kejadian di luar prediksi, jawabannya ada. Kami pernah menemukan jalur trem saat menggali tanah,” ujar Weni.
Jalur trem tersebut ditemukan di kawasan Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk, dua koridor penting dalam sejarah transportasi Jakarta. Jejak itu diyakini berasal dari masa kolonial Belanda ketika trem menjadi sarana utama mobilitas kota Batavia.
Yang tak kalah mengejutkan, sebuah granat ditemukan di kedalaman sekitar 47 meter. Granat itu diduga berasal dari masa penjajahan, meskipun belum dipastikan apakah dari era Belanda atau Jepang. Penemuan ini sempat menghentikan sementara proses pengerjaan dan mengharuskan dilibatkannya tim penjinak bom.
Namun yang paling mengundang decak kagum para peneliti adalah penemuan saluran air kuno berbahan terakota—pipa-pipa yang dibuat dari tanah liat yang dibakar. Saluran ini ditemukan di kedalaman tertentu dan menandakan bahwa tata kelola utilitas kota sudah mulai terbentuk sejak zaman Hindia Belanda.
“Saluran terakota ini menunjukkan bahwa dulu sudah ada sistem drainase atau sanitasi kota yang tertata rapi,” ujar Weni. Karena nilai historisnya, tim MRT menggandeng arkeolog dari Universitas Indonesia untuk ikut mengawasi proses penggalian dan dokumentasi temuan.