Suara Brebes, Brebes – Para pedagang di pasar Brebes mengeluhkan adanya kenaikan retribusi pasar semenjak bulan Ramadan ini. Bagi para pedagang, kenaikan ini memberatkan mereka karena situasi pasar saar ini yang lebih sepi dibandingkan tahun-tahun lalu. Tarif resmi retribusi pasar di Kabupaten Brebes sesuai perda adalah Rp. 2000,-
“ Padahal sebelum Ramadan, kami sudah membayar retribusi pasar Rp.3500, namun menjelang puasa naik menjadi Rp. 4000 dan mulai kemarin naik menjadi Rp. 5000,” demikian disampaikan Anwar Harhera (45) salah seorang pedagang dipasar itu pada Minggu (-7/04/2024). Ditambahkan olehnya bahwa “daya beli masyarakat sedang lesu, meskipun jelang lebaran, jumlah pembeli tidak begitu signifikan. Seandainya ada kenaikkan retribusi akan tetapi diimbangi dengan perbaikan fasilitas, mungkin dirasa tidak masalah. Jadi ada penarikan kewajiban juga diimbangi hak yang kami terima,” keluhnya.
Serupa dengan Pasar Samping Makodim 0713 Brebes, para pedagang di Pasar Brebes juga mengaku keberatan dengan kenaikan retribusi di saat Ramadan ini. Sejumlah pedagang mengaku diminta Rp. 5.000,-. “Tadi saya diminta Rp. 5000 untuk karcis,” kata salah satu pedagang sambil menunjukan bukti karcis.
Kepala Pasar Brebes, Ali Nurohman mengakui kenaikan itu merupakan tradisi tahunan jelang lebaran. “Kenaikan itu memang sudah tradisi jelang lebaran sebelum saya menjabat disini, dan mungkin juru pungut menarik karcis/retribusi juga tidak memaksa, artinya berapapun tidak dipaksakan,” ujar Ali. Menurutnya, itu selain menjadi sebuah tradisi, hasil retribusi itu masuk ke khas daerah. Namun demikian ia mengakui penarikan retribusi itu tidak sesuai perda.
Dijelaskan Ali, pedagang pasar induk Brebes sekitar 450, dari jumlah itu yang aktif hanya 250, jumlah itu belum dihitung sejumlah pedagang diluar pasar induk Brebes yang menjadi tanggung jawab pasar induk Brebes.
Agung, Kabid Koperasi Usaha Mikro dan Perdagangan Brebes saat diminta tanggapan mengaku belum memaksimalkan retribusi karcis pasar, menurutnya kenaikan itu akan dilakukan secara bertahap, terutama retribusi pemilik kios.
“Dengan mempertimbangkan berbagai macam hal kita belum memaksimalkan retribusi, kenaikan retribusi kita lakukan bertahap beriringan dengan proses sosialisasi ke para pedagang, pada kios di lokasi tersebut selama ini baru ditarik retribusi Rp. 4000 dari yang seharusnya Rp. 6000 karena masih mempertimbangkan kondisi para pedagang,” kata Agung ke awak media melalui via telpon.
Polemik kenaikan retribusi ini menurut Darisman, dari Lembaga Indonesia Berantas Korupsi(LBK) adalah pelanggaran meskipun atas nama tradisi. Menurutnya setiap kelembagaan harus mengacu pada peraturan yang telah ditetapkan. “Lembaga itu harus mengacu pada peraturan, ketika disebutkan kenaikan itu adalah sebuah tradisi dihari tertentu, harus pula ada dasarnya, jangan-jangan ini masuk dalam dugaan pungutan liar, dan ini perlu diluruskan,” ujar Darisman.