
Ketika Nadiem dan Google Bertemu: Jejak Digital dalam Skandal Chromebook
Awan Gelap di Balik Chromebook: Nadiem Makarim, Google, dan Dugaan Skandal Digitalisasi Pendidikan
Ketika semangat digitalisasi pendidikan digaungkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), siapa sangka di balik layar transformasi itu tersembunyi jejak problematik yang kini menyeret nama sang menteri: Nadiem Makarim.
Pada Selasa malam, 15 Juli 2025, Kejaksaan Agung menyiratkan sinyal keras bahwa ada benang merah antara Nadiem dan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chrome OS. Belum ada penetapan tersangka terhadap mantan bos Gojek itu, tetapi penyidik mengakui bahwa mereka tengah mendalami peran serta potensi keuntungan pribadi yang mungkin diperoleh Nadiem dari kebijakan tersebut.
Awal Mula Kecurigaan: Sebelum Kursi Menteri Ditempati
Kecurigaan ini tidak muncul tiba-tiba. Menurut Kejagung, jejaknya justru dapat ditelusuri sejak dua bulan sebelum Nadiem resmi dilantik sebagai Mendikbudristek pada Oktober 2019. Dalam periode Agustus 2019, Nadiem bersama staf kepercayaannya Fiona Handayani sudah membentuk grup WhatsApp “Mas Menteri Core Team”. Grup inilah yang konon aktif membahas proyek digitalisasi pendidikan, termasuk rencana pengadaan laptop Chromebook.
Bersama para loyalisnya yang dibawa dari Gojek—termasuk Jurist Tan dan Fiona sendiri—Nadiem disebut membentuk tim informal yang dikenal sebagai “tim bayangan”. Tim ini bahkan dikabarkan berjumlah sekitar 400 orang, menempati berbagai posisi strategis, dan secara aktif terlibat dalam formulasi kebijakan.
Lompatan dari Kajian ke Keputusan: Dari Tolak Menjadi Rekomendasi
Sebelum Nadiem datang, Pustekkom Kemendikbud sebenarnya sudah melakukan uji coba Chromebook pada 2018. Hasilnya tidak menggembirakan—laptop itu dianggap banyak kekurangan dan tidak cocok untuk kebutuhan pendidikan Indonesia, apalagi di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Temuan ini diperkuat oleh dokumen kajian setebal 118 halaman yang memuat rekomendasi untuk tidak menggunakan Chrome OS dan justru menganjurkan sistem operasi berbasis Windows.
Namun arah kebijakan berubah drastis. Pada 8 Juni 2020, Pelaksana Tugas Dirjen PAUD Dikdasmen saat itu, Hamid Muhammad, membentuk tim teknis baru beranggotakan 18 orang, yang dikenal sebagai “tim SKM” atau staf khusus menteri. Salah satu anggotanya adalah Ibrahim Arief—sosok yang kini ditetapkan sebagai tersangka. Hanya dalam waktu seminggu, mereka menerbitkan dokumen revisi setebal 144 halaman yang secara gamblang merekomendasikan Chromebook.
Penyidik Kejagung menduga, revisi spesifikasi teknis ini bukan hasil penilaian objektif, melainkan arahan langsung dari tim bayangan Nadiem.
Rapat Zoom, Instruksi Langsung, dan Bayang-bayang Google
Dalam sebuah rapat virtual via Zoom yang disebut Kejagung terjadi pada 2020, Nadiem secara langsung memerintahkan agar pengadaan perangkat TIK untuk tahun anggaran 2020–2022 menggunakan sistem operasi Chrome OS dari Google. Rapat tersebut dihadiri oleh para tersangka, yakni Ibrahim Arief, Jurist Tan, Sri Wahyuningsih, dan Mulyatsyah.
Tak berhenti di situ, penyidik juga mengungkap bahwa sebelum pengadaan dimulai, telah ada pertemuan antara Nadiem, Ibrahim, dan Jurist Tan dengan pihak Google. Dalam pertemuan itu, Google disebut-sebut menawarkan skema co-investment hingga 30 persen. Setelahnya, Jurist Tan kembali menjalin komunikasi intensif dengan Google untuk membahas detil teknis proyek ini.