
Makan Gratis Berujung Tewas: Tragedi di Tengah Pesta Anak Gubernur Demul
Pesta Rakyat atau Panggung Popularitas?
Acara-acara berbasis kerumunan dalam perayaan pribadi pejabat kerap membawa dua wajah: satu di permukaan—berbagi dan merakyat; satu di balik layar—panggung pencitraan dan pembiaran risiko. Tragedi Garut seolah memperlihatkan bagaimana euforia bisa berubah menjadi bahaya ketika manajemen risiko diabaikan.
Gubernur Demul menyebutkan perlunya evaluasi untuk masa depan, bahkan terhadap keluarganya sendiri. Ia menekankan pentingnya kehati-hatian, terutama dalam menggelar acara di ruang terbatas dengan massa besar.
“Ini pembelajaran penting. Tidak boleh buat acara dalam ruang sempit dengan orang yang terlalu banyak. Termasuk keluarga saya sendiri,” ujarnya.
Tentu, pernyataan itu valid. Namun sekali lagi, publik menuntut lebih dari sekadar imbauan pasca-tragedi. Mereka menanti reformasi kebijakan, bukan sekadar pernyataan belasungkawa.
Pelajaran untuk Semua: Jangan Lengah dalam Euforia
Tragedi ini menyisakan ironi. Dalam momen perayaan, justru terlihat wajah buram ketidaksiapan, bahkan mungkin arogansi struktural. Rakyat diundang makan bersama, tapi tidak disiapkan secara manusiawi. Kerumunan dianggap sebagai bentuk partisipasi, padahal bisa menjelma menjadi arena kematian.
Kejadian ini semestinya menjadi tamparan bagi para pejabat publik yang terbiasa membuat acara besar tanpa protokol pengamanan ketat. Syukuran tidak salah. Pesta bukan kejahatan. Tapi ketika tidak disiapkan dengan tanggung jawab, maka kemeriahan berubah jadi malapetaka.
