
Polemik Pemindahan Patung MH Thamrin: Antara Tunnel MRT dan Jejak Sejarah
Dilema antara Modernisasi dan Pelestarian
Kasus ini mencerminkan dilema klasik yang terus dihadapi Jakarta: bagaimana menyeimbangkan ambisi pembangunan modern—seperti MRT dan revitalisasi kawasan kota—dengan pelestarian sejarah dan identitas ruang publik?
Di satu sisi, Pemprov DKI ingin menyelaraskan estetika kota dengan infrastruktur transportasi masa depan. Di sisi lain, masyarakat dan pegiat sejarah menuntut agar warisan budaya seperti patung MH Thamrin diperlakukan dengan hormat, bukan sekadar sebagai elemen urban yang bisa digeser kapan saja.
Apalagi, Jakarta sedang berada dalam transisi besar—baik secara fisik maupun status administratif pasca rencana pemindahan ibu kota ke IKN. Di tengah perombakan besar-besaran itu, jejak sejarah Jakarta justru menjadi semakin penting untuk dipertahankan.
MRT dan “Jejak Sejarah” di Perut Kota
Sebagai bentuk kompromi, MRT Jakarta sendiri sedang menyiapkan galeri seni di beberapa stasiun, termasuk yang berada di koridor Fase 2A. Galeri ini diharapkan menjadi ruang untuk menampilkan wajah dan sejarah kota secara visual.
Apakah galeri itu bisa menjadi “rumah baru” bagi semangat Thamrin, jika patungnya dipindah atau bahkan tidak dapat direlokasi?
Pertanyaan-pertanyaan itu masih menggantung. Yang jelas, keputusan akhir tentang nasib Patung MH Thamrin harus melibatkan publik, ahli warisan budaya, insinyur teknik, serta pemangku kepentingan kota. Karena Jakarta bukan sekadar beton dan aspal—ia adalah ingatan kolektif jutaan orang.
