
AI dan Brand di Indonesia: Dekat Tapi Tak Menyentuh
Konsumen Indonesia Ingin Personal, Bukan Sekadar Otomatis
AI Bikin Pendapatan Naik, Tapi Konsumen Indonesia Masih Rindu Sentuhan Manusia
Berita Tekno – Laporan terbaru Twilio bertajuk State of Customer Engagement Report (SOCER) 2025 mengungkap fakta menarik sekaligus menggelitik soal bagaimana kecerdasan buatan (AI) diadopsi oleh brand dan bisnis di Indonesia—dan bagaimana konsumen memandangnya.
Hasilnya cukup mencengangkan: meskipun AI terbukti meningkatkan pendapatan, nyatanya banyak konsumen merasa masih belum sepenuhnya “nyambung” dengan cara brand menggunakannya.
AI Jadi Motor Pertumbuhan Bisnis
Survei yang dilakukan terhadap lebih dari 600 pimpinan bisnis dan 7.600 konsumen global, termasuk dari Indonesia, menunjukkan bahwa seluruh brand Indonesia (100%) menggunakan AI untuk menganalisis data pelanggan, menangani keamanan, dan mendeteksi penipuan.
Sebanyak 94% bisnis menggunakan chatbot untuk menjawab pertanyaan pelanggan dan memberikan rekomendasi produk yang disesuaikan dengan perilaku dan histori pelanggan. Lebih jauh lagi, 90% brand mengklaim berhasil meningkatkan pembelanjaan konsumen berkat strategi ini.
Tapi… Konsumen Kurang Merasa “Dekat”
Meski di atas kertas brand merasa sudah optimal, hanya 72% konsumen yang menganggap interaksi mereka dengan brand sudah cukup personal. Sisanya? Merasa brand belum benar-benar paham kebutuhan dan ekspektasi mereka.
Bahkan hanya 10% konsumen Indonesia yang merasa hampir semua interaksi mereka dengan brand saat ini melibatkan personalisasi. Artinya, masih banyak ruang untuk perbaikan.
Ironisnya, 94% brand merasa sudah personal banget, padahal yang diterima konsumen justru hanya “kadang-kadang aja terasa personal.”
Masalah Utama: Kurang Kepercayaan dan Kelebihan Otomasi
Lebih dari separuh konsumen (55%) mengaku tidak yakin apakah data mereka digunakan untuk kepentingan terbaik, sementara 39% malah merasa “bosan” dengan interaksi berbau AI.
Apa yang mereka harapkan? Sederhana: interaksi yang lebih manusiawi, lebih jujur, dan lebih bisa mereka kendalikan.
Sebanyak 88% konsumen ingin interaksi AI terasa seperti ngobrol dengan manusia. Dan jika AI gagal menyelesaikan masalah? 67% tetap ingin berbicara dengan manusia asli.
Selain itu, 64% konsumen ingin tahu apakah mereka sedang berbicara dengan AI atau manusia, dan 86% ingin bisa memilih sendiri channel komunikasi yang mereka gunakan, bukan dipaksa oleh sistem.