AI Menggerus Fungsi Otak? Ini Temuan Mengejutkan dari MIT dan UIN Makassar
Industri AI: Antara Kritik dan Investasi
Meskipun kritik terhadap AI semakin kencang, industri teknologi justru berlomba mengembangkan dan menginvestasikan lebih banyak dana di bidang ini. Microsoft, misalnya, mengucurkan 13 miliar dolar AS ke sektor AI dan kini memiliki valuasi hingga 3,55 triliun dolar AS.
Apple yang sempat tertinggal dalam tren AI, dilaporkan kehilangan potensi keuntungan hingga 600 miliar dolar AS pada 2022. Sementara Nvidia, perusahaan pembuat chip, kini menempati posisi kedua dalam valuasi AI global.
Realitas dan Kekhawatiran di Indonesia
Di Indonesia, kekhawatiran terhadap AI juga muncul dari kalangan akademisi. Penelitian dari UIN Alauddin Makassar menunjukkan bahwa AI menurunkan daya kritis dan kreatif pelajar. Guru Besar UGM, Ridi Ferdiana, bahkan mengusulkan adanya sistem perizinan bagi penggunaan AI, layaknya kepemilikan senjata api.
“AI yang bersifat terbuka silakan digunakan, tetapi yang memiliki potensi bahaya harus diawasi dengan ketat,” kata Ridi.
AI dan Pendidikan Anak
Pengajar dari UIN Sunan Kalijaga, Citra Widyastuti, menekankan pentingnya pembatasan usia untuk penggunaan AI dalam pendidikan. Menurutnya, siswa sekolah dasar sebaiknya tidak diperkenalkan pada AI terlalu dini agar proses belajar konvensional tetap berjalan dan otak tetap terasah.
“AI boleh untuk cari bahan belajar, tapi bukan untuk mencari jawaban,” tegasnya.
AI adalah alat yang sangat bermanfaat, tetapi seperti alat lainnya, perlu digunakan dengan bijak. Tanpa pengawasan dan batasan yang jelas, AI bisa menjadi bumerang yang merusak kemampuan otak manusia untuk berpikir, berkreasi, dan mandiri. Tantangan ke depan bukan soal menolak teknologi, melainkan bagaimana kita mengelolanya agar mendukung, bukan menggantikan, kecerdasan alami kita.
