Kasus Kuota Haji Khusus, KPK Masih Dalami Peran Khalid Basalamah

Kuota tambahan itu semestinya dialokasikan secara merata antara haji reguler dan haji khusus, masing-masing 10.000 jemaah. Namun, menurut KPK dan hasil investigasi Pansus Angket DPR RI, ada kejanggalan dalam pelaksanaan distribusinya.

Dugaan Korupsi Tidak Hanya di 2024

Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan bahwa praktik serupa diduga terjadi tidak hanya pada tahun 2024, tetapi juga pada tahun-tahun sebelumnya.

Pansus Angket Haji DPR RI menyebut bahwa dalam penyelenggaraan haji 2024, ditemukan banyak kejanggalan, terutama dalam pembagian kuota. Dugaan kuat, distribusi 50:50 antara kuota reguler dan kuota haji khusus digunakan sebagai celah untuk transaksi kepentingan dan penjualan jatah.

Mengurai Praktik “Jual Beli Kuota”

Banyak pihak menduga bahwa kuota haji khusus selama ini rawan disalahgunakan karena tidak melalui sistem antrean seperti haji reguler. Dalam beberapa kasus, jatah kuota bisa diperjualbelikan secara tidak transparan, bahkan kepada biro atau agensi yang tidak memiliki izin resmi.

KPK dalam penyelidikannya kini berupaya mengurai potensi praktik koruptif dalam proses distribusi, verifikasi, hingga persetujuan kuota haji khusus.

Jika terbukti, maka kasus ini bisa menyeret banyak pihak mulai dari pejabat Kementerian Agama, penyedia layanan haji, hingga agen perjalanan swasta.

Perjalanan Kasus Masih Panjang

Pemanggilan terhadap tokoh publik seperti Ustadz Khalid Basalamah menunjukkan bahwa KPK tengah menempuh pendekatan menyeluruh dan hati-hati dalam menggali keterangan.

Meski sejauh ini belum ada penetapan tersangka, kasus dugaan korupsi kuota haji khusus ini berpotensi menjadi salah satu perkara besar dalam sektor keagamaan.

KPK menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini, karena menyangkut kepercayaan publik dalam penyelenggaraan ibadah haji yang menyangkut dana dan harapan jutaan umat Islam di Indonesia.