
AI dan Brand di Indonesia: Dekat Tapi Tak Menyentuh
Konsumen Indonesia Ingin Personal, Bukan Sekadar Otomatis
Peluang Masih Besar, Asal Personal dan Real-Time
Yang menarik, ada potensi besar bagi brand yang bisa menjawab kebutuhan ini. Sebanyak 93% konsumen Indonesia lebih tertarik membeli dari brand yang memberikan pengalaman interaktif secara real-time.
Tapi, dari sisi pelaku bisnis, baru 44% yang bisa melakukannya secara konsisten. Artinya, masih banyak celah yang bisa diisi dengan strategi komunikasi yang lebih adaptif dan transparan.
Konsumen juga lebih loyal ke brand yang personal. Sekitar 45% bersedia membeli kembali, dan 43% akan merekomendasikan ke teman atau keluarga. Di Indonesia, tingkat loyalitas ini bahkan lebih tinggi dari rata-rata global.
Namun, 59% konsumen juga mengaku langsung cari alternatif jika pengalaman mereka kurang memuaskan, dan lebih dari 40% langsung pindah ke brand lain.
Apa yang Harus Dilakukan Brand?
Menurut Irfan Ismail, Regional VP Twilio South Asia & APAC, konsumen ingin dua hal utama di era AI: kendali dan kepercayaan.
“Ini isyarat penting untuk brand: jangan cuma fokus pada teknologi, tapi juga pada transparansi, etika penggunaan data, dan tetap menyediakan akses ke manusia di belakang mesin,” ujarnya.
Dengan kata lain, AI bukan pengganti manusia. Tapi alat bantu yang—jika digunakan dengan cerdas dan sensitif—bisa menjadi jembatan antara brand dan konsumen yang lebih erat dan bermakna.