
Power Morph: Ketika Kekuasaan Politik Tak Lagi Diatur Parlemen, Tapi Oleh Jempol Netizen
Politik Emosi: Pertunjukan Bukan Lagi Di Ruang Sidang, Tapi Di Linimasa
Konsep lain yang muncul dari Power Morph adalah “affective simulation”—pertunjukan emosi yang direkayasa untuk menciptakan kedekatan dengan publik.
Politikus kini tak sekadar menyampaikan visi dan misi, tapi juga mengatur ekspresi, musik latar, dan narasi untuk memunculkan empati. Mereka jadi seperti sutradara emosi, atau yang oleh para sosiolog disebut sebagai choreographers of affects.
Contoh nyatanya adalah Dedi Mulyadi yang sering mengunggah video emosional bersama warga kecil. Tanpa bicara panjang lebar soal kebijakan, ia sudah memenangkan hati banyak orang.
Kita Butuh Kesadaran Baru: Demokrasi Tak Bisa Lagi Sekadar Prosedural
Apa dampaknya bagi demokrasi?
Kita bisa saja punya prosedur pemilu yang jujur, tapi jika opini publik dibentuk oleh algoritma dan emosi semata, maka hasilnya bisa menyesatkan. Demokrasi bisa berubah menjadi panggung sandiwara.
Maka dari itu, sudah waktunya membangun kesadaran naratif. Publik perlu sadar bahwa setiap video, meme, atau potongan teks di media sosial bisa jadi bagian dari strategi kekuasaan. Kita tak cukup hanya menjadi penonton, tapi juga harus menjadi pembaca kritis emosi publik.
Kita perlu desain ulang tata kelola demokrasi digital. Bukan untuk mengontrol media sosial secara represif, tapi agar algoritma tidak menguasai nurani publik. Jika tidak, kita akan hidup dalam dunia yang dikuasai bukan oleh hukum, tapi oleh trending topic.
Masa Depan Demokrasi Ada di Tangan Publik yang Peka
Kekuasaan digital tak bisa kita hapus. Tapi bisa kita kendalikan, jika kita memahami cara kerjanya. Mulai dari menyadari bahwa emosi bukan hanya ekspresi, tapi juga alat politik.
Jika publik sadar dan peka, kita bisa menciptakan ruang digital yang lebih sehat. Tempat di mana emosi tak dimanipulasi dan kebenaran tetap punya tempat.
Karena di zaman Power Morph ini, bukan lembaga negara yang paling berkuasa—melainkan kita semua, sebagai simpul dari narasi publik yang menentukan arah demokrasi.