
Rokok Makin Mahal, Pekerja Mulai Gelisah: Ancaman PHK Bayangi Industri Tembakau
Berita Nasional – Dari lantai-lantai pabrik rokok yang selama ini dipenuhi kepulan asap dan deru mesin, kini muncul kecemasan baru yang terasa lebih tebal daripada kabut tembakau: ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal.
Sudarto AS, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM SPSI), menyuarakan keresahan para pekerja yang mulai merasakan tekanan dari naiknya biaya produksi di sektor industri hasil tembakau (IHT). Ia menyebut bahwa hampir seluruh pabrik rokok yang memproduksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) kini tengah melakukan efisiensi. “Hampir semuanya,” ujarnya singkat namun penuh arti.
Kenaikan Cukai, Produksi Melemah, dan Daya Beli Menurun
Dalam beberapa tahun terakhir, tarif cukai untuk rokok golongan I telah mengalami kenaikan signifikan—bahkan mencapai rata-rata 10% per tahun. Akumulasi dari kebijakan ini menyebabkan harga jual rokok melonjak, dan secara langsung menggerus daya beli masyarakat yang makin menurun.
“Cukai rokok saat ini terlalu tinggi. Pita cukai yang menyumbang sekitar 70% dari penerimaan negara justru menekan industri legal yang selama ini taat aturan,” kata Sudarto. Ia bahkan mengusulkan moratorium (penangguhan) kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) selama tiga tahun ke depan, demi menjaga stabilitas industri dan lapangan kerja.
Masalahnya bukan hanya di angka cukai yang terus naik, tapi juga tumbuhnya pasar rokok ilegal yang bebas beredar tanpa cukai atau menggunakan cukai palsu. “Yang ilegal justru tumbuh subur. Mereka tidak dikenakan beban apa pun. Sementara kami yang legal terus diperas,” tambahnya.