Sejumlah daerah yang berada di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat, banyak memiliki keunikan tersendiri. Salah satunya adalah Kampung unik Adat Jalawastu di Desa Ciseureuh Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes.
Kampung Adat Jalawastu di Brebes itu mempunyai adat istiadat yang unik, dan memiliki berbagai macam pantangan. Salah satu pantangan yang ada di kampung unik di daerah Brebes ini adalah larangan warganya untuk memelihara angsa, bebek, kerbau, domba, dan mengadakan pementasan wayang.
Untuk mencapai Kampung unik Adat Jalawastu di Brebes ini, lokasinya berada sekitar 70 km ke arah barat daya dari pusat kota Brebes. Selain itu juga harus melintasi perbukitan untuk menuju ke Desa Ciseureuh Kecamatan Ketanggungan.
Warga Kampung unik Adat Jalawastu di Brebes ini juga memegang teguh tradisi yang mereka anut. Tidak ada warga yang berani melanggar tradisi tersebut. Ada alasan tersendiri, mengapa di kampung terdapat larangan seperti itu.
Bangunan rumah tak boleh pakai semen
Kampung budaya seluas 1,5 hektare ini dihuni oleh 120 kepala keluarga dengan total penduduk dewasa 242 jiwa. Namun uniknya, jumlah rumah di kampung ini tidak lebih dan tidak kurang dari angka 160 rumah.
Selain pantangan memelihara angsa, bebek, kerbau, domba, dan mengadakan pementasan wayang, warga juga terlarang membuat rumah berbagan dasar dari semen. Tidak hanya itu, bangunan tempat tinggal warganya juga tak boleh menggunakan keramik dan genteng dari tanah liat.
Salah satu alasan warganya terlarang memelihara angsa, bebek, domba, dan kerbau, karena memelihara hewan tersebut dapat mengotori lingkungan. Sementara itu, terkait larangan untuk mementaskan wayang di kampung unik ini, karena ada kaitannya dengan memainkan peran manusia.
Pantangan-pantangan tersebut, tidak hanya berhenti di situ. Ada juga larangan bagi warga, untuk membangun rumah dengan bahan dasar semen, keramik, dan genteng. Penggunaan tanah liat yang terbakar terlarang untuk membangun rumah di wilayah kampung tersebut.
Larangan-larangan di Kampung unik Adat Jalawastu di Brebes ini, sudah terjadi sejak lama, dan merupakan adat turun temurun yang masih lestari. Konon, jika ada warganya melanggar pantangan-pantangan itu, akan muncul musibah besar.
Nah, untuk mengganti semen, keramik, dan genteng, warga mendirikan rumahnya dari kayu, besi, plastik, maupun batu. Tidaklah mengherankan jika di kampung tersebut, hampir sebagian tempat tinggalnya berlantaikan tanah, berdinding papan dari kayu, dan beratapkan seng.
Sedangkan untuk kelengkapan rumah seperti kloset, bahan yang mereka pakai adalah plastik. Meski termasuk salah satu wilayah di Kabupaten Brebes, Jateng, warga kampung menggunakan bahasa sunda untuk komunikasi sehari-harinya.
Hingga kini adat istiadat di kampung tersebut masih warga pegang teguh. Sebagaimana lazimnya kampung adat, warga pun mempunyai kebudayaan serta kegiatan yang rutin mereka lakukan pada waktu tertentu. Antara lain upacara adat ngasa dan perang centong.
Tradisi Kampung unik Adat Jalawastu di Brebes
Selain pantangan-pantangan tadi, warga kampung adat juga mempunyai tradisi yang terus warga kampung lestarikan. Warga setiap tahun menggelar upacara adat Ngasa, yang mereka gelar setiap Selasa Kliwon mangsa kesanga atau sembilan dalam kalender Jawa.Upacara adat Ngasa ini warga pusatkan di dalam hutan yang mereka keramatkan, yakni di Pesarean Gedong. Selama gelaran upacara ada ini, banyak sejumlah hal yang menarik. Misalnya jamuan makan dalam upacara itu tanpa nasi, telur, serta lauk pauk dari daging atau ikan.
Warga menggunakan makanan dari jagung yang mereka tumbuk menjadi seperti nasi, dengan lauk pauknya berupa umbi-umbian. Sedangkan penyajian jamuan makanan dan minumnya, tanpa menggunakan piring maupun gelas berbahan kaca.
Warga Kampung unik Jalawastu di Brebes menggantinya dengan piring enamel, daun, atau alat berbahan plastik. Semua peralatan berbahan kaca dan keramik haram ada di dalam kampung. Jika menilik sejarahnya, upacara Ngasa berasal dari budaya nenek moyang mereka yang beragama Hindu.
Hal itu bisa terlihat dari pakaian adat peserta upacara serta bacaan puji-pujian untuki dewa-dewa. Tradisi Ngasa berarti pula perwujudan syukur kepada batara windu buana yang merupakan pencipta alam. Konon kampung ini sudah ada sejak zaman Hindu-Buddha yang menganut agama Sunda Wiwitan.
Ini pula yang membuat adal iastiadat di kampung tersebut, mempunyai kemiripan dengan budaya suku Baduy. Seiring berjalannya waktu, warga Kampung Jalawastu banyak pula yang menganut agama Islam. Ajaran Islam ini berasal dari Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga.
Ajaran Islam masuk melalui Sunan Kalijaga dan Gunung Jati pada abad 15 sampai 16. Menurut tokoh pemerhati budaya lokal, Wijanarto, ini berdasarkan sejarah pitutur yang berkembang di masyarakat setempat. (sumber)