SuaraBrebes.-Dalam suasana yang memperingati dua peristiwa bersejarah pada bulan Maret, yakni Serangan Umum 1 Maret 1949 dan Surat Perintah 11 Maret 1966, perdebatan tentang pengakuan jasa Presiden Suharto kembali mencuat. Pamor Wicaksono SH., seorang anggota DPRD Kabupaten Brebes yang kembali terpilih ke- 4 kalinya, menekankan keterlibatan signifikan Presiden Suharto dalam kedua peristiwa tersebut.
Pada Serangan Umum 1 Maret 1949, Suharto, saat itu berpangkat Letnan Kolonel, memimpin serangan selama 6 jam di Yogyakarta. Serangan ini tidak hanya menarik perhatian dunia internasional terhadap keberadaan Tentara Nasional Indonesia, tetapi juga mendukung diplomasi yang akhirnya menghasilkan pengakuan kedaulatan pada 27 Desember 1949.
Dalam peristiwa Surat Perintah 11 Maret 1966, yang dianggap sebagai momen penting dalam sejarah Indonesia pasca-pemberontakan PKI, Pamor Wicaksono menyoroti peran Suharto dalam menjaga kestabilan negara. Ia menegaskan bahwa desakan rakyat pada saat itu terhadap Presiden Sukarno, serta krisis politik dan ekonomi, mengancam keberlangsungan pemerintahan dan keutuhan bangsa. Akibatnya, Surat Perintah 11 Maret 1966 diberikan kepada Letnan Jenderal Suharto agar dapat mengambil tindakan yang diperlukan untuk menyelamatkan negara.
Berpegang pada dasar Surat Perintah 11 Maret, Suharto kemudian membubarkan PKI dan mengembalikan stabilitas pemerintahan. Pamor Wicaksono menegaskan bahwa atas jasanya ini, Suharto diberi gelar “Bapak Pembangunan” karena berhasil memulai pembangunan yang mengantarkan Indonesia ke arah kemajuan.
Sementara dalam peristiwa yang kedua, menurut Pamor Wicaksono saat melakukan ziarah ke makam Presiden Suharto di Astana Giribangun, Matesih, Karanganyar pada Kamis (07/03/2024) adalah berperan penting untuk menyelamatkan negara yang sedang goyang akibat pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) tersebut. “Sebagaimana diketahui, bahwa paska pemberontakan PKI lewat Gerakan 30 September 1965, kepercayaan masyarakat terus menurun kepada Presiden Sukarno, “ jelasnya.
Disampaikan olehnya bahwa saat itu desakan rakyat menguat hingga melahirkan Tritura, Tiga Tuntutan Rakyat pada 12 Januari 1966. Rakyat menuntut dibubarkannya PKI, bersihkan Kabinet Dwikora dan turunkan harga kebutuhan pokok.
“Krisis politik dan ekonomi inilah,yang menurut Pamor Wicaksono menjadi sumber kekhawatiran akan keberlangsungan pemerintahan dan menjadi ancaman keutuhan bangsa. Untuk itulah akhirnya Presiden Sukarno memberikan Surat Perintah 11 Maret 1966 kepada Letnan Jendral Suharto, pangkat saat itu agar dapat mengambil tindakan yang diperlukan untuk menyelamatkan bangsa dan negara, “ tegasnya.
Namun, meskipun telah muncul usulan untuk memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Suharto, belum ada keputusan resmi dari pemerintah. Pamor Wicaksono berharap pemerintahan yang akan datang, di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Prabowo Subianto, dapat mengabulkan aspirasi ini. Ia meyakini bahwa langkah tersebut akan didukung oleh masyarakat Indonesia, dan akan membantu generasi mendatang mengenang jasa-jasa Suharto dengan lebih baik.
Pamor Wicaksono memandang bahwa penghargaan Pahlawan Nasional bagi Presiden Suharto merupakan langkah yang pantas diambil untuk mengakui kontribusi besar yang telah diberikan kepada bangsa Indonesia.